Monday, October 10, 2011

Riset di "Social Media" Akan Jadi Tren

Data sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Sebuah kebijakan besar, seharusnya diambil dari analisis data yang tepat. Perbandingan data dari tahun ke tahun dapat menjadi acuan bagi penentu kebijakan untuk mengambil langkah selanjutnya. Hal ini berlaku tidak hanya di pemerintahan namun juga bagi perusahaan swasta. Seiring kemajuan teknologi, riset untuk mendapatkan data, tidak lagi dilakukan secara manual dengan kertas dan pena. Bahkan, kehadiran social media, dapat membantu mendapatkan data tentang perilaku masyarakat.

"Bisnis riset pada social media akan seksi pada lima hingga sepuluh tahun ke depan di Indonesia. Saat ini Amerika sudah memulainya dengan menggunakan buzz matric, yakni sebuah software dan system yang bisa membantu melihat seberapa besar sesuatu hal dibicarakan di social media," ungkap Iwan Setyawan, mantan Direktur Internal Client Management lembaga riset Nielsen pada sebuah diskusi di Social Media Festival, FX Plaza, Senayan, Jakarta, Jumat (23/9/2011) lalu.

Iwan menambahkan, buzz matric telah digunakan perusahaan-perusahaan swasta di Amerika untuk mengetahui seberapa besar kebijakan suatu perusahaan dibicarakan oleh masyarakat. Contohnya ketika sebuah perusahaan mengganti logo, dari buzz matric itu bisa terdeteksi apakah penggantian logo itu mampu menarik minat masyarakat untuk membahasnya di social media.

Ia juga membayangkan jika suatu hari Indonesia bisa melakukan hal yang sama. "Misalnya sebuah produk minuman, bentuk botolnya berubah, lalu perusahaan mempublikasikan di website-nya. Dalam website itu, botolnya akan berbentuk tiga dimensi, berbentuk visual yang bisa berputar sehingga konsumen bisa membandingkan dengan bentuk botol yang lama. Mereka lalu memasukkan pendapat mereka atau mengisi angket yang sudah disiapkan. Dan semua otomatis, dilakukan dengan sistem komputer. Ini menarik sekali," jelas Iwan.

Roby Muhamad, peneliti dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang juga mengembangkan lembaga riset nirlaba AkonLabs yang hadir dalam acara ini juga menyampaikan bahwa social media adalah alat baru untuk mengetahui fenomena sosial. "Dari sisi akademis, media sosial punya potensi besar untuk melakukan lompatan bagi ilmuwan sosial dalam melakukan penelitian," ungkapnya.

Roby menambahkan, riset pada social media memiliki resistensi yang lebih besar karena mampu memanjangkan akal sehat. "Kalau dulu bisnis pakai insting, berdasarkan pengalaman, sekarang tidak bisa. Semua harus berdasarkan analisis data. Misalnya mencari solusi kemacetan, bukan dari pengalaman saja, tapi juga pakai akal sehat, survei, analisis data dari tahun ke tahun," jelasnya.

Analisis data menurut Roby sangat penting karena menurutnya, data dari hasil penelitian hanya akan berbentuk angka, tanpa bercerita apa-apa. "Yang terpenting adalah arti dari angka-angka dan implikasinya terhadap kehidupan. Oleh karena itu, hasil riset harus dianalisis," tambahnya.

Untuk mendapatkan analisis data yang tepat, dibutuhkan metodologi yang tepat. Hal ini disepakati oleh Roby dan Iwan. Menurut Roby, metodologi penelitian yang solid, akan mampu merefleksikan kenyataan. Sedangkan menurut Iwan, metodologi yang tepat akan mampu meng-capture dengan cepat sebuah masalah sosial melalui data.

Itulah sebabnya menurut Iwan, hasil riset sebuah perusahaan riset terkemuka pasti akan berharga mahal. "Berdasarkan pengalaman saya selama 13 tahun di Nielsen, sebuah lembaga riset professional akan memperhatikan quality control di setiap lini. Orang-orang yang tahu tentang metodologi, sangat mengerti bahwa riset itu jalannya panjang. Banyak titik-titik yang harus dilihat, dicermati, mulai dari collection data, analisis data, sampai penulisan inside effect-nya. Kalau datanya salah, analisisnya juga pasti salah," ungkap Iwan.

Apa yang disebutkan Iwan tersebut menurutnya juga merupakan bekal bagi siapa saja yang ingin membangun lembaga riset, terutama riset pada social media. "Karena online itu pergerakannya cepat sekali. Akan selalu ada hal-hal baru dalam metodologi penelitian di social media, dan lembaga-lembaga riset tersebut harus bisa mengikutinya dengan cepat juga," tambah Iwan.

Diskusi mengenai riset pada social media ini merupakan diskusi yang diadakan oleh Salingsilang.com dalam rangkaian Social Media Festival 2011, 22-24 September 2011 lalu. Selain Roby dan Iwan, ada pula pembicara Endang W. Sonda (Wiewiek), yakni Information Specialist Network dari World Bank yang memberi informasi seputar data-data yang ada di website World Bank. Data dari situs http://data.worldbank.org merupakan layanan open data yang boleh dikutip siapa saja, termasuk jurnalis asalkan menyebutkan sumbernya. Acara ini dipandu oleh Enda Nasution, founder Salingsilang.com

Sumber: tekno.kompas.com

No comments:

Post a Comment